Site icon Akurat Online

Mengingatkan Tradisi Leluhur, Status Medsos Pemuda Ini Banjir Kecaman

akuratonline.com – Lebong memang unik dan mengandung seribu sejarah dan budaya yang patut dilestarikan. Seperti bahasa,tari dan budaya lainnya.Salah satu kearifan lokal yang masih melekat di daerah itu ada yang namanya “Kedurai Apem”. Gelaran dimaksud semacam ritual adat yang dipercaya untuk mengenang tenggelamnya Desa Trasmambang, asal dari nenek moyang masyarakat dari beberapa desa yakni, Desa Semelako, Bungin, Talang Kerinci, Dan Karang Dapo. berjumlah 44 buah apem, dengan rincian 4 apem bear (lai) dan 40 apem kecil (titik) yang masak (kemsok) adalah warga Semelako sebagai daerah desa tertua (sadei tuai).

Prosesi Kedurai Muang Apem, Beberapa tahun yang lalu

Warga lima desa tersebut membawa kue apem yang dimasak dari rumah, kemudian dikumpulkan dilokasi tepatnya di  bawah pohon beringin kuning di daerah pasir lebar atau lebih dikenal daerah Sabo di Desa Bungin,Kecamatan Bingin Kuning,Kabupaten Lebong, kemudian dilakukan semacam ritual terhadap kue apem tersebut, setelah kuenya diritul oleh juru kunci kue tersebut kembali direbut oleh masyarakat kemudian melakukan aksi lempar-lemparan dengan kue apem tersebut.

Edho (22) salah satu pemuda Lebong juga sebagai Bujang Lebong 2019 yang mempunyai pandangan prihatin tentang kegiatan budaya yang selama ini sudah mulai luntur di daerah Lebong. Selain mewariskan Alam yang indah, pendahulu mewariskan beberapa gelaran budaya seni dan ritual khusus. Karena begitulah cara penerus dalam melanjutkan budaya daerah yang semakin larut tergerus oleh modernisasi.

Seperti yang ditulis Edho di dinding media sosialnya

Status dengan total  333 dibagikan serta 400 kali dikomen membuat pandangan khusus dikalangan netizen, ada yang mencerca ada pula yang setuju dengan makna dari tulisan tersebut.

Saat ditemui akuratonline, Edho menjawab tidak ada niatan memperkeruh dengan adanya kejadian musibah beberapa minggu ini, tapi mengingatkan kepada kita penerus adat, bahwa adanya ritual adat jatuh pada bulan Muharram.

Wajar memang seorang anak muda memberikan pandangan tersendiri, apabila ditilik dengan akhir tulisan disana juga dijelaskan semua kembali kepada sang pencipta. Sarkasme atas kepedulian tentang lunturnya budaya diterjemahkan dengan sebab akibat atas hal yang terjadi dibeberapa minggu ini, toh di salah satu alenia mengajukan hal pertanyaan, Apakah ke 3 kejadian Tersebut ada kaitannya dengan Tradisi KEDURAI MUANG APEM?

“Event budaya dan event religi memang sudah jarang digelar sejak adanya pandemi corona, tapi bukan berarti harus luntur, misal event tabot di Kota Bengkulu, walau hanya dilakukan sederhana, tapi tetap dilaksanakan” Ungkap Edho kepada akuratonline.

Kepedulian tentang wacana budaya, patutnya diapresiasi dimana langkah-langkah untuk menetapkan menjadi event tahunan, agar tujuan dalam promosi daerah lebih optimal dan selangkah dengan menjaga kebudayaan daerah tidak luntur. Mungkin sekarang hanya segelintir anak muda yang peduli budaya atau yang mempelajari cikal bakal daerah Lebong, apalagi minimnya yang dapat menulis dan membaca aksara Kaganga.

“Semoga kedepan Kedurai Muang Apem ini bisa dijadikan salah satu event tahunan Kabupaten Lebong yang masuk kedalam kalender wisata, jangan hanya kita memperkenalkan kepada wisatawan objek wisata alam dan buatan saja, namun juga kita harus memperkenalkan wisata budaya kita, seperti Kedurai Muang Apem ini sendiri” Ungkap Edho.

“Serta berharap juga untuk pemerintah mempasilitasi ke 5 desa tersebut untuk bisa membentuk Himpunan Kerukunan Keluarga Apem supaya tidak ada lagi tumpang tindih siapa yang seharusnya mengadakan Kedurai Apem ini disetiap tahunnya.” Tandas Edho. (Ach/AkO)

Exit mobile version