akuratonline – Jelang pemilihan kepala daerah serentak 2020, banyak sebutan atau istilah bermunculan, entah itu dari pendukung tokoh tertentu untuk bisa menguatkan statement di tengah masyarakat. Sinisme terkadang juga dibangun oleh dua kubu ataupun pemerhati di tahun politik ini, bentuk serta anonim dari beberapa kata dibuat dan menjadi sebutan,
Mungkin saat pilpres kita tak awam dengan sebutan cebong atau kampret, sebutan tersebut konon diberikan untuk fanatisme yang bergelut menjadi pendukung antara kedua belah pihak, upaya membangun sinisme dan ekspresi politik yang fantastik. Memang dipakai saling mengidentifikasi dan membedakan dengan lugas satu pendukung dengan yang lain.
Seperti halnya dengan keibaratan buah kedondong, kedondong adalah tanaman buah yang tergolong ke dalam suku mangga-manggaan, bentuk buahnya lonjong, berwarna hijau dengan kulit yang keras, dan dengan biji yang berserabut. Dagingnya renyah dan sedikit terasa asam.
Mungkin demikianlah gambaran terkait buah dengan nama ilmiah Spondias dulcis tersebut.
Namun menariknya di Kabupaten Lebong Buah Kedendong kerap dikaitkan dengan dukungan palsu pasca pemilu.
Seperti yang disampaikan salah seorang tokoh pemuda di kabupaten Lebong Deston Nusantara bahwa istilah terlahir akibat ketidakpuasan para calon terhadap hasil yang diperoleh pada saat pemilihan, dinana sebelumnya ada banyak pihak yang menyatakan mendukung namun fakta di lapangan tidaklah demikian.
“Istilah kedendong (kedunung red) itu disematkan pada orang atau kelompok yang dianggap berbohong pasca pencoblosan, dimana mereka yang dianggap mendukung ternyata tidak, sehingga diibaratkan seperti buah kedondong yang dilihat dari luar tampak bagus, mulus, padahal didalamnya berserabut” kata deston
Lebih lanjut Deston menyampaikan istilah kedendong sendiri terlahir karena adanya sistem politik transaksional di masyarakat.
“Istilah itu muncul karena sistem politik transaksional yang terjadi sekarang ini, jadi para calon pada saat pemilu ngasih duit sama pemilih, pas penghitungan nyatanya gak perolehan suara gak sesuai sama hitung duit yang dikeluarkan, sehingga lahirlah sebutan kedendong (kedunung) itu tadi,” lanjutnya
Deston juga mengatakan Istilah kedendong semestinya tak hanya disematkan pada pemilih yang ingkar pasca pemilu, tapi juga disematkan pada orang-orang terpilih pasca pemilu yang tidak menempati janjinya kampanyenya.
“Untuk mereka yang terpilih itu, yang tidak menempati janji kampanyenya, sama kedondong juga,”pungkasnya. (AkO)