
Perjuangan Mengusir Penjajah, Siapa Saja Pahlawannya?
akuratonline – Pahlawan memiliki makna, yakni orang yang menonojol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran atau pejuang yang gagah berani. Mencegah para penjajah, memberikan pengorbanan lahir dan batin agar tanah air bebas dari penjajah.
Seperti yang kita ketahui, kemerdekaan Indonesia didapatkan melalui perjuangan para tokoh yang berperan penuh dalam pengusiran para penjajah dari Indonesia, khususnya di tanah raflesia ini. Banyak sejarah yang hilang, entah karena sudah minimnya generasi untuk mencari tau literasi itu ataukah memang bukti serta keberadaan petilasan pejuang yang tidak terekam.
Untuk di Lebong, kita tau bahwa ada tugu pahlawan di Desa Semelako Kecamatan Lebong Tengah, tapi kali ini pembahasan kita mulai dari tugu 45, yang berada di Tabarenah Kabupaten Rejang Lebong.
Pemuda jangan sampai lupa sejarah. Perlu diketahui generasi muda adalah orang yang membuat sejarah alias People Makes History. Peran dan perjuangan pemuda Indonesia dirintis dan dimulai dari berdirinya Indische Vereeniging atau Perhimpunan Hindia yang kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1908. Organisasi pemuda, pelajar,dan mahasiswa hindia di negeri Belanda ini kemudian menerbitkan Koran Indonesia Merdeka. Dalam terbitan pertama menyatakan tentang kemauan besar bangsa Indonesia untuk merebut kembali hak-hak dan menetapkan kedudukan atau keyakinan di tengah-tengah dunia, yaitu sebuah Indonesia yang Merdeka.
Untuk mengingat sejarah perjuangan Pahlawan yang dengan gagah berani memepertahan Kedaulatan NKRI. Di Rejang Lebong (RL), Provinsi Bengkulu pertempuran hebat itu terjadi di Desa Tabarenah (dulu Dusun Tabarenah). Pertempuran yang tidak sedikit jumlah korban jiwanya. Baik dari pihak tentara dan juga masyarakat sipil yang ikut bahu membahu mempertahankan Kemerdekaan RI. Pertempuran di Desa Tabarenah ini merupakan pertempuran terbesar melawan penjajah di Provinsi Bengkulu.
Meskipun, Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) sudah di Proklamirkan, 17 Agustus 1945. Namun, pergolakan dan pertempuran sengit masih terjadi. Tentara Jepang masih menjadi ancaman, khususnya masyarakat Curup dan sekitarnya. Terjadilah pertempuran hebat di Kota Curup dan sekitarnya pada 27 Desember 1945. Pertempuran menghadapi tentara Jepang itu, melibatkan TKR dan rakyat Rejang Lebong. TKR memusatkan kekuatannya di Dusun Tabarenah. Sementara, Jepang mengirim utusan tentaranya dengan membawa ancaman bagi TKR. Alhasil TKR dan rakyat menjadi bertambah semangat untuk melawan habis-habisan.
Menurut, Amirudin (71) dikutip dari kompasiana yang terbit pada 10 Oktober 2011, seorang saksi hidup yang mengetahui sejarah pertempuran Tabarenah. Komandan Pertempuran waktu itu bernama Kapten Berlian. Namun, menurut catatan di Monumen Tabarenah yang diresmikan tahun 1999, tongkat komando diserahkan kepada Staf Batalion R. Iskandar Ismail dibantu Kepala Mobilisasi/Latihan Rakyat MZ Ranni, 30 Desember 1945.
Kala itu menjelang Fajar, Jepang menyerang Tabarenah. Jembatan pehubung di Desa Tabarenah menjadi ajang perebutan kedua belah pihak. Menurut Amirudin, jembatan Tabarenah sengaja diputus dan dihancurkan agar Jepang tak bisa melewati Tabarenah untuk menuju ke Lebong. Hanya saja karena kalah dibidang persenjataan, akhirnya Jepang dapat memasuki Tabarenah. “Waktu itu seingat saya, kita hanya ada 4 senapan berkaki 4 sebagai pertahanan,” tukas Amirudin yang lahir di tahun 1939 di Dusun tabarenah itu. Jepang membabi buta dan membakar rumah-rumah rakyat. Tabarenah berkobar, dari 66 rumah yang ada hanya tersisa 6 rumah milik warga. Dan banyak bergelimpangan korban nyawa, baik dari masyarakat sipil, TKR dan tentara Jepang. Pertempuran secara frontal terjadi di Desa Tabarenah, TKR bersama rakyat dengan modal keberanian dan keikhlasan mati-matian membela dan mempertahankan NKRI.
Hingga akhirnya, menurut Amirudin, Jepang kembali ke markasnya Dwitunggal dengan membawa 9 truk berisi mayat tentara Jepang. Pihak Rakyat TKR yang turut berjuang diantaranya, Rakyat Muara Aman, Ujung Tanjung, Talang Leak, Kota Donok, Air Dingin, Bukit Daun, Pal Delapan, Tabarenah, Curup dan BPRI Curup.
“Saat ini saya masih ingat di mana-mana saja kuburan massal tempat menguburkan jenazah yang meninggal pada waktu itu,” kata Amirudin. Hanya, saja tempat itu sudah tidak berbekas, sebagai kuburan massal. Tahun 1949, Kapten Berlian membangun sebuah tugu tanda di sana pernah meletusnya perjuangan rakyat.
Dikatakan Amirudin, Kapten Berlian membangun Tugu tersebut sebagai ucapan terimakasih kepada masyarakat Tabarenah yang sudah membantu TKR mempertahankan kemerdekaan. “Waktu itu Kapten Berlian bilang, kalau dia tidak sanggup untuk membangun kembali rumah-rumah warga. Oleh karenanya, sebagai pengganti dibangunlah Tugu tersebut dan juga Masjid Rijal yang ada di Tabarenah,” cerita Amirudin. Monumen yang diresmikan tahun 1999 oleh Gubernur Bengkulu, Drs H Adjis Ahmad dan Pangdam II Sriwijaya Mayjend. Afandi, SIP. (red)