Viral, Film “Tilik” Menceritakan Gibah Ternormalisasi kah?

Advertisements

Akuratonline.com – Akhir-akhir ini dunia perfileman dihebohkan dengan film pendek yang berjudul ‘Tilik” atau dalam artian Menjenguk, film garapan Ravacana Films ini dengan kebudayaan ibu-ibu Indonesia ini langsung dapat sorotan di tahun 2020. Yuk kita telusuri apa sih yang membuat film ini viral.

Sekumpulan ibu-ibu dapat kabar bahwa Bu Lurah mereka sakit dan masuk ruang ICU di Rumah Sakit Kota. Karena tidak ada bus yang bisa disewa mendadak, mereka akhirnya menyewa sebuah truk sebagai transportasi menuju rumah sakit. Di atas bak truk tersebut mengalir berbagai obrolan dengan gaya yang khas.


Gosip, gibah, rasan-rasan, nyacati. Segala hal yang terjadi sejak awal hingga akhir perjalanan, men-trigger mereka untuk terus membicarakan sosok Dian, perempuan muda di desa yang tak kunjung menikah dan dianggap bisa meresahkan warga.
Dalam percakapan selama 27 menit, muncul berbagai macam karakter dan ekspresi wajah. Dari Bu Tejo sang tokoh utama yang suka bergosip dan ceplas ceplos, Yu Ning yang tak ingin menelan informasi mentah-mentah tanpa sumber akurat, hingga sosok sopir truk genit dan istrinya yang takut suaminya itu direbut orang.
Itu semua disajikan dalam film pendek berjudul Tilik. Film hasil kerja sama antara Ravacana Films dan Dinas Kebudayaan DIY ini berhasil menyedot perhatian banyak orang, terutama karakter Bu Tejo yang langsung viral.

Tilik sendiri artinya menjenguk. heranya kenapa penonton pada kecewa sama ending film ini? Di sisi mana Tilik memberikan pesan moral yang buruk dengan “membenarkan” para peng-ghibah?

Bu Tejo itu menuduh Dian jadi wanita nakal(*red), dapat duit dari menjual tubuh.
Tapi apakah faktanya demikian?, Dian berhubungan asmara dengan seorang lelaki. Dian sudah dewasa, pacarnya itu lelaki duda, bukan suami orang, cuma kebetulan saja umurnya berlipat-lipat lebih tua daripada Dian.

Jadi salah mbak Dian dimana? hak preogratidnya juga kan. Milih-milih sendiri, bukan karena kawin paksa atau sejenisnya. Sikap Dian itu justru menunjukkan kemerdekaan seorang perempuan untuk menentukan nasibnya sendiri, tanpa harus dikendalikan oleh konstruksi dan tekanan sosial, atau masalah keuangan hehehehe
Di akhir film ini menunjukkan bahwa hoax Bu Tejo 100% salah. Pesan moral Tilik sebagai kampanye anti-hoax pure dapat semua.

Film Tilik menggambarkan bagaimana gibah berubah dari perbuatan kejam menjadi aktivitas yang ternormalisasi. Pun, film ini juga menunjukkan narasi seksis bahwa gibah melekat pada perilaku perempuan. Padahal, gender apapun, usia berapa pun, kini seolah diizinkan untuk membicarakan apapun tanpa menimbang substansi pembicaraan. (AKO)

__Terbit pada
22 Agustus 2020
__Kategori
Opini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *