Joeba Pengantar Surat dan Kantor Pos

Advertisements

Catatan Pinggir Benny Benardie

Akuratonline, OPINI -Siapa Joeba, Sang Pengantar Surat dari Moekomoeko (Mukomuko) itu? Hingga kini belum diketahui siapa sosok pekerja upahan yang berjasa untuk masyarakat Negeri Moekomoeko hingga Ketahun Benkoelen yang kini wilayah Provinsi Bengkulu.

Langkah kakinya terus melaju meskipun hujan panas, diiringi intaian binatang buas dan para perampok yang senantiasa siap bertindak. Kisah Joeba ini bukan fiksi. Informasi umum ini akan menjadi ilmu pengetahuan bila terjadi perposan di Provinsi Bengkulu pupus di telan masa dalam arus teknologi modernisasi.

Benkoelen 1939, hanya pihak Belanda yang mempunyai kendaraan dan kuda tunggangan ditengah pribumi butuh uang untuk makan anak bininya. Sosok Joeba menjalankan tugasnya sebagai upahan pengantar surat , dengan berjalan kaki melintasi kiri kanan jalan masih banyak semak belukar, hutan belantara . Sesekali lari-lari kecil dilakukan Joeba di tahun-tahun sebelum perang dunia ke- II terjadi.

Joeba kesehariannya menjalankan tugas upahan pengatar surat, dengan menempuh jarak 60 Km dari Tapan Sumatera Barat menuju Moekomoeko Provnsi Bengkulu saat ini, tembus dalam tiga hari berjalan kaki. Bersamanya surat masyarakat ditaruh dalam satu keranjang besar yang dibawa di punggungnya. Termasuk surat penting berisi surat gaji para pejabat pemerintah Hindia Belanda.

Setiap minggu surat pemerintah dan pribadi diantarkan Joeba bulak balik dari wilayah Tapan, tempat kantor pos berada menuju Moekomoeko. Tentu Joeba punya seorang istri di daerah Tapan dan satu lagi di Moekomoeko. Pekerja tangguh yang tak terbetik dalam pemikiran gernerasi kini, meskipun saat itu, sekitar sepertiga dari rute dari Moekomoeko ke arah utara mudah diakses dengan mobil milik para pembesar negeri kala itu.

Lantas pertanyaannya, siapa lagi para pekerja pengantar surat seperti Joeba menghantarkan surat berjalan kaki dari Moekomoeko menuju Kantor pos Ketaun (saat ini Ketahun) dan Kantor Pos pembantu di wilayah Lais Bengkulu Utara, yang dibuka sebelum Tahun 1937. Kantor Pos ini setelah Tahun 1941 jadi Kantor Pos bantuan.

Benkoelen-Moekomoeko

Kala itu perjalanan dari Ibukota Benkolen ke Moekomoeko masih jalan sempit dengan banyak jalan penghubung. Jalan penghubung mengikuti garis pantai, sedikit ke arah timur laut Moekomoeko. Sisi lainnya, tampak hutan belantara dengan beraneka binatang buas.
Saat itu L.G.M. Jaquet ditunjuk sebagai pengontrol subdivisi Moekomoeko, pada Agustus 1939 melakukan perjalanan dari Benkolen ke Moekomoeko yang berjarak tempuh 250 KM selama dua hari perjalanan.

Perjalanan penuh petualangan dan banyak kesan. Apalagi kala itu dari Benkoelen ke wilaya Moekomoeko melintasi sebelas sungai. Beberapa di antaranya ada yang lebar sekitar satu kilometer. Para Pegawai Belanda bila membutuhkan sesuatu untuk keperluan rumah tangga, terpaksa menuju Ibukota Benkoelen di Kampung Cina. Mereka selalu berpergian dengan karavan (Konvoi), yang terdiri dari mobil sejenis Jep dan tiga belas truk kecil.

Kendalanya acapkali terjadi saat penyeberangan sungai. Kapal Feri yang menghantar penyeberangan, harus berlayar melintasi sungai berarus deras. Tidak ada tempat menunggu saat menanti tatkala arus mereda. Dalam perjalanan tampak deretan grobak (Truk kecil ditarik oleh gerbong).
Kantor Pos di Utara Benkoelen

Kirim mengirim surat dari Ibukota Benkoelen ke Moekomoeko sudah dipersiapkan Pemerintah Hindia Belanda yang kala itu telah mempersiapakan akan membangun Negara Benkoelen.

Hanya saja sebelum sampai ke Moekomoeko surat transit dulu ke daerah Ketaun, utara Benkolen. Berkirim surat itu dapat dilakukan seminggu sekali, Dari Ketahun surat akan diantar melalui jalan kaki melalui Seblat ke Moekomoeko. Saat itu sarana prasana jalan sangat amat tidak memadai, sejak peralihan Pemerintah Inggris ke pemerintahan Belanda Tahun 1824.

Di daerah Seblat, sebuah Kantor Pos didirikan pada 1 Desember 1875. Namun Kantor Pos itu ditutup kembali oleh Pemerintah Belanda pada 6 September 1902. Wilayah  Seblat yang kini terkenal dengan Pusat Pelatihan Gajah Provinsi Bengkulu ini, kala itu disebutkan terletak di mulut Sungai Seblat, sekitar 40 Kilometer dari barat daya Ketaun (Cat Town).

Kantor Pos itu telah beroperasi selama 27 tahun, dengan identitas pos seperti stempel bulat, stempel titik, stempel bulat kecil, dan sebuah cap persegi. Pada akhir abad ke-19,  sempat ditemukan empat kartu pos yang dikirim dari Batavia dari Kantor Pos Seblat. Saat Kantor Pos di wilayah Seblat ditutup pada 6 September 1902, Kantor pos dan telegraf di Seblat dipindahkan ke Ketaun yang resmi dibuka tanggal 12 September 1902.

Kota Ketaun terletak di pantai, sedikit lebih tenggara di Muara Sungai Ketaun. Sungai Ketaun ini menjulang tinggi di Pegunungan Bukit Barisan dekat kota Lebong Donok dan Moeara aman. Pada awal abad ke-20, daerah Lebong ini merupakan daerah makmur sebagai hasil dari industri emas komunitas besar yang di dominasi Jerman dan Eropa dan dengan kehidupan sosial yang ceria.

Akhirnya, dari tanggal 1 Februari 1915 hingga 1 November 1923, Kantor Pos Ketahun berfungsi sebagai Kantor Pos pelengkap di bawah Benkoelen, dengan peralatan lengkap.
Fase selanjutnya, Kantor Pos di Ketaun terus berfungsi sebagai Kantor Pos tambahan dengan cap tipe B hingga pelepasan status menjadi kantor pada Tahun 1963.

Kesimpulannya, sisa peninggalan yang ada dapat dan dijadikan peninggalan cagar budaya. Ini tentunya dihubungkan dengan Kantor Pos pusat di kota Bengkulu yang merupakan cagar budaya dibawah kewenangan Pemerintah kota Bengkulu, merupakan peninggalan pemerintah Inggris. Pertanyaanya, bukankah bila ada cagar budaya di dua tempat, itu merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Bengkulu?

*Penulis merupakan Pemerhati Sejarah dan Budaya di Bengkulu

Sumber:
-Majalah belajar dari Kelompok Studi
untuk mempelajari sejarah pos (sebelumnya) Departemen Luar Negeri Belanda dan Australasia Ke-47 volume 2 dan beberapa sumber lainnya.

__Terbit pada
17 Juli 2023
__Kategori
Opini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *